Ponpes merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yaitu sejak zaman wali songo. Merekalah para wali songo yang dianggap perintis utama pondok pesantren di Jawa dan kemudian berkembang keseluruh tanah air.
Perjalanan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam trdisional telah teruji oleh perjalanan sejarah dalam masa kerajaan-kerajaan Islam maupun pada masa penjajahan Belanda selama ± 360 tahun, namun pesantren masih tetap eksis dan survive..
Perkembangan pesantren semakin banyak setelah zaman kemerdekaan terlebih lagi pada masa Orde Baru dimana tidak hanya kuantitasnya yang semakin besar, melainkan juga sistem pendidikan serta kegiatan dalam pesantren lebih variatip. Disamping pesantren-pesantren tersebut tetap mempertahankan sistemnya yang lama yaitu pengajian halaqah, tapi juga telah banyak membuka klassikal dengan mengikuti kurikulum Pemerintah (Depag, bahkan SKB tiga menteri).
Dan untuk mengetahui lebih jauh tentang pesantren, DR. Zamaksyari Dhofier dalam bukunya; Tradisi Pesantren menyebutkan, bahwa ada beberapa elemen utama yang harus dimiliki sebuah Pesantren. Elemen-elemen tersebut adalah:
*
Kyai. Ia mereupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, bayhkan Kyailah pendiri utama sebuah pesantren. Dan tidak sedikit kemashyuran sebuah sebuah pesantren disebabkan kehebatan dan kedalaman ilmu sang Kyai. Dikalangan dunia Pesantren, sosok Kyai merupakan top leader, bahkan sering dilukiskan sebagai The Litle King (raja kecil).
*
Masjid. Ia merupakan sarana pertama dan utama pesantren selain rumah Kyai. Masjid, disamping sebagai tempat shalat setiap waktu yang lima, shalat tahajud dimalam hari, juga berfungsi sebagai tempat belajar yang efektif bagi para santri, bahkan dijadikan sebagai tempat tidur mereka. Dan tradisi tersebut sebenarnya merupakan upaya menghidupkan tradisi yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam mendidik sahabat-sahabat beliau di masjid Nabawy.
*
Santri. Adalah elemen penting dalam sebuah pesantren, karena mereka lah yang menjadi obyek utama untuk diajar, diasuh dan dididik oleh Kyai. Sebuah pesantren dianggap besar, salah satuinya disebabkan; lantaran jumlah santrinya yang banyak. Dalam tradisi pesantren, santri dibagi menjadi dua; yaitu santri mukim, umumnya terdiri dari santri yang berasal dari daerah-daerah agak jauh dan jauh dari lokasi pesantren, tapi tidak sedikit dari santri-santri tersebut yang mukim sekalipun rumah dan tempat tinggal mereka dekat dari lokasi pesantren. Selain santri mukim tersebut, juga ada santri kalong, yaitu murid-murid yang berasala dari desa-desa dikeliling pesantren yang biasanya tidak mukim dipesantren. Dan untuk mengikuti pengajian di pesantren mereka harus bolak balik dari rumah sendiri.
*
Pondok (asrama santri). Mengingat santri- santri tersebut banyak yang berasal dari tempat-tempat yang jauh atau karena keinginan mereka untuk dapat mengikuti semua kegiatan dipesantren, maka keberadaan pondok (asrama santri) menjadi elemen yang tidak kalah pentingnya dengan elemen-elemen yang lainnya. Asaram santri, umumnya berada disekitar rumah Kyai, dan tidak jauh dari masjid, dengan pertimbanganmereka lebih mudah diawasi dan diajar oleh Kyai. Asrama tersebut dibangun dengan dana dari wali-wali santri ditambah dengan partisispasi dan swadaya masyarakat atau para muhsisnin yang simpati dengan pesantren. Bangunan-bangunan asrama tersebut cukup sederhana dan kadang-kadang dihuni oleh banyak santri dalam setiap kamarnya, karena banyaknya santri yang mukim, sedangkan pengelola pesantren kemampuannya terbatas.
*
Kajian kitab-kita islam klasik. Dunia pesantren tidak dapat dilepaskan dari kajian kitab-kitab klasik atau sering disebut kitab kuning (mungkin karena kertasnya umumnya berwarna kuning), atau sering juga disebut sebagai kitab gundul (tidak berbaris).
Dalam tradisi pesantren, kajian kitab-kitab tersebut telah menjadi rujukan yang baku yang sulit diganti dengan kitab-kitab lainnya. Sekalipun dunia pendidikan diluar pesantren kurikulumnya telah berubah berkali-kali, tetapi pesantren tetap dengan kajian utamanya.
Adapaun kitab-kitab kajian utama yang umumnya selalu dikaji dipesantren sebagai berikut:
a- Fiqih - Mulai dari Mabadi fiqhiyah, Safinatun Najah, Matan Taqrib, fathul Qarib, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Tahrir, Bafadhal, Iqnaa’, Fathul Wahhaab, Mughnil Muhtaaj.
b- Tafsir - Jalalain, Baidhawy, Shoowy, Ibnu Katsir dll.
c- Hadist - Arba’in Nawawy, Bulughul Maram. Riyadhus Sholihin, Fathul Baary, Shahih Bukhary dll.
d- Tashawwuf - Akhlaqulil Banin, Ta’limul Muta’aliim, Kifayatul atqiyaa’, Ihya Ulumuddin.
e- Nahwu - Jurumiyah, Syarah Dahlan, Syaekh Khalid, Asymawy, Kawakib, Azhary, Alfiyah, Ibnu Malik, Ibnu ‘Aqil, Qothrun Nada dll.
f- Balaghah - Jauhar Maknun, Mi’roojus Shibyaan dll.
Mengapa pondok-pondok pesantren dapat berkembang sampai saat ini bahkan dapat mengikuti lembaga-lembaga pendidikan modern yang dikelola Pemerintah? Hemat kami, karena pondok-pondok pesantren ditopang oleh lima pilar yang disebut Panca Jiwa Pesantren, yaitu:
Pertama: Keikhlasan dan ketulusan hati para Kyai, para ustadz, wali santri juga santri-santri dalam menuntut ilmu semata-mata karena mencari keridhaan Allah swt, bukan didorong oleh keinginan mencari kekayaan dan lainnya.
Kedua: Kemandirian yang tidak mau bergantung kepada orang lain.
Ketiga: Kesederhanaan. Karena prinsip ini, pesantren bisa melaksanakan kegiataanya dalam situasi yang paling memperihatinkan sekalipun.
Keempat: Ukhuwwah Islamiyah, ini mengandung persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan cita-cita.
Kelima: Kebebasan yang terarah, termasuk keterbukaan untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang positif dan mempunyai mashlahat. Karenanya sangat populer didunia Pesantren kaidah yang mengatakan:
Memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik (bermanfaat).
Adapun sistim pengajaran yang diterapkan dipesantren-peantren, menurut Dr. Zamakhsyary Dhofier ialah:
Sistim Sorogan, dimana seorang murid mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris dari ayat Al-qur’an atau kitab-kitab berbahasa arabdan menterjemahkannya kedalam bahasa jawa atau indonesia. Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penerjemahan disebut sedemikian rupa sehingga para murid dapat belajar tata bahasa arab langsung dari kitab-kitab tersebut secara cepat, dan hanya bisa menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Sistim ini sangat menekankan kwalitas.
Dan methode lain yang utama dipesantren adalah sistim bandongan atau disebut weton. Dalam sistim ini, sekelompok murid dengan jumlah yang cukup banyak, bisa dari lima orang sampai ratusan orang mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas buku-buku islam dalam bahasa arab, sementara setiap murid memperhatikan kitabnya sendiri dan membuat catatan. (baik arti atau keterangan) tentang kata-kata atau buah fikiran ynag sulit. Kleompok kelas dari sistim bandongan ini yang disebut; Halaqah yang artinya lingkaran (murid) atau sekelompok santri yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.
Namun sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, Pesantren-pesantren telah membuka diri dan menerima perobahanyang positif dengan membuka sistim Klassikal, juga mengajarkan ilmu-ilmu yang dikelompokkan ilmu pengetahuan umum, saint dan tehnology bahkan juga keterampilan pada masa Al-marhum Prof. Dr. Mukti Ali menjadi Menteri Agama RI. Bahkan saat disekolah-sekolah yang ada dipondok-pondok pesantren ditingkat Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Aliyah, prosentase ilmu-ilmu pengetahuan umum sudah jauh lebih besar dibandingkan ulum syari’ah (ilmu agama), mungkin 75 % dibanding 25 %.
Apakah dengan keadaan seperti itu Pondok Pesantren yang merupakan lembaga Tafaqquh Fiddiin dan tempat pengkaderan Ulama akan kehilangan perannya?
Insya Allah tidak, asalkan pondok pesantren teguh mempertahankan kedua sistim pengajaran yang telah kita sebutkan diatas dengan kajian kitab-kitab kuningnya. Bahkan, diharapkan hal inilah yang dapat melahirkan Ulama plus, Ilmuwan plus, atau ulama yang intelek dan intelektual yang ulama. Dan disisi lain dapat melahirkan ulama yang berpotensi menjadi umara’ dan umara’ yang memiliki karakter ulama. Lebih jauh lagi kedepan, agar pondok-pondok pesantren semakin survival, Pondok-pondok pesantren harus membuat program kerja yang baik dan rapi yang disebut sebagai Panca Kerja, yaitu:
1- Meningkatkan mutu
2- Menyiapkan sarana yang cukup berdasarkan planing (tata letak)
3- Menggali sumber-sumber dana dan pengembangan koperasi
4- Pengkaderan
5- Mengadakan pengabdian kepada masyarakat.
Harapan kita, semoga orang-orang yang mempunyai kewenangan legislatif dan ekskutif dapat memikirkan sekaligus menganggarkan lebih besar lembaga-lembaga yang sudah jelas-jelas sangat berjasa membangun ratusan ribu generasi yang akan memakmurkan Daerah ini kedepan, dan mengurangi anggaran-anggaran yang hanya dinikmati oleh puluhan gelintir orang saja seperti pelaksanaan kunjungan kesana kemari, tapi tidak satupun yang dilaksanakan dilapangan, baik oleh ekskutif maupun legislatif. Demikian, dan mohon maaf atas segala kekurangan. Wallohu a’lam
Perjalanan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam trdisional telah teruji oleh perjalanan sejarah dalam masa kerajaan-kerajaan Islam maupun pada masa penjajahan Belanda selama ± 360 tahun, namun pesantren masih tetap eksis dan survive..
Perkembangan pesantren semakin banyak setelah zaman kemerdekaan terlebih lagi pada masa Orde Baru dimana tidak hanya kuantitasnya yang semakin besar, melainkan juga sistem pendidikan serta kegiatan dalam pesantren lebih variatip. Disamping pesantren-pesantren tersebut tetap mempertahankan sistemnya yang lama yaitu pengajian halaqah, tapi juga telah banyak membuka klassikal dengan mengikuti kurikulum Pemerintah (Depag, bahkan SKB tiga menteri).
Dan untuk mengetahui lebih jauh tentang pesantren, DR. Zamaksyari Dhofier dalam bukunya; Tradisi Pesantren menyebutkan, bahwa ada beberapa elemen utama yang harus dimiliki sebuah Pesantren. Elemen-elemen tersebut adalah:
*
Kyai. Ia mereupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, bayhkan Kyailah pendiri utama sebuah pesantren. Dan tidak sedikit kemashyuran sebuah sebuah pesantren disebabkan kehebatan dan kedalaman ilmu sang Kyai. Dikalangan dunia Pesantren, sosok Kyai merupakan top leader, bahkan sering dilukiskan sebagai The Litle King (raja kecil).
*
Masjid. Ia merupakan sarana pertama dan utama pesantren selain rumah Kyai. Masjid, disamping sebagai tempat shalat setiap waktu yang lima, shalat tahajud dimalam hari, juga berfungsi sebagai tempat belajar yang efektif bagi para santri, bahkan dijadikan sebagai tempat tidur mereka. Dan tradisi tersebut sebenarnya merupakan upaya menghidupkan tradisi yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam mendidik sahabat-sahabat beliau di masjid Nabawy.
*
Santri. Adalah elemen penting dalam sebuah pesantren, karena mereka lah yang menjadi obyek utama untuk diajar, diasuh dan dididik oleh Kyai. Sebuah pesantren dianggap besar, salah satuinya disebabkan; lantaran jumlah santrinya yang banyak. Dalam tradisi pesantren, santri dibagi menjadi dua; yaitu santri mukim, umumnya terdiri dari santri yang berasal dari daerah-daerah agak jauh dan jauh dari lokasi pesantren, tapi tidak sedikit dari santri-santri tersebut yang mukim sekalipun rumah dan tempat tinggal mereka dekat dari lokasi pesantren. Selain santri mukim tersebut, juga ada santri kalong, yaitu murid-murid yang berasala dari desa-desa dikeliling pesantren yang biasanya tidak mukim dipesantren. Dan untuk mengikuti pengajian di pesantren mereka harus bolak balik dari rumah sendiri.
*
Pondok (asrama santri). Mengingat santri- santri tersebut banyak yang berasal dari tempat-tempat yang jauh atau karena keinginan mereka untuk dapat mengikuti semua kegiatan dipesantren, maka keberadaan pondok (asrama santri) menjadi elemen yang tidak kalah pentingnya dengan elemen-elemen yang lainnya. Asaram santri, umumnya berada disekitar rumah Kyai, dan tidak jauh dari masjid, dengan pertimbanganmereka lebih mudah diawasi dan diajar oleh Kyai. Asrama tersebut dibangun dengan dana dari wali-wali santri ditambah dengan partisispasi dan swadaya masyarakat atau para muhsisnin yang simpati dengan pesantren. Bangunan-bangunan asrama tersebut cukup sederhana dan kadang-kadang dihuni oleh banyak santri dalam setiap kamarnya, karena banyaknya santri yang mukim, sedangkan pengelola pesantren kemampuannya terbatas.
*
Kajian kitab-kita islam klasik. Dunia pesantren tidak dapat dilepaskan dari kajian kitab-kitab klasik atau sering disebut kitab kuning (mungkin karena kertasnya umumnya berwarna kuning), atau sering juga disebut sebagai kitab gundul (tidak berbaris).
Dalam tradisi pesantren, kajian kitab-kitab tersebut telah menjadi rujukan yang baku yang sulit diganti dengan kitab-kitab lainnya. Sekalipun dunia pendidikan diluar pesantren kurikulumnya telah berubah berkali-kali, tetapi pesantren tetap dengan kajian utamanya.
Adapaun kitab-kitab kajian utama yang umumnya selalu dikaji dipesantren sebagai berikut:
a- Fiqih - Mulai dari Mabadi fiqhiyah, Safinatun Najah, Matan Taqrib, fathul Qarib, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Tahrir, Bafadhal, Iqnaa’, Fathul Wahhaab, Mughnil Muhtaaj.
b- Tafsir - Jalalain, Baidhawy, Shoowy, Ibnu Katsir dll.
c- Hadist - Arba’in Nawawy, Bulughul Maram. Riyadhus Sholihin, Fathul Baary, Shahih Bukhary dll.
d- Tashawwuf - Akhlaqulil Banin, Ta’limul Muta’aliim, Kifayatul atqiyaa’, Ihya Ulumuddin.
e- Nahwu - Jurumiyah, Syarah Dahlan, Syaekh Khalid, Asymawy, Kawakib, Azhary, Alfiyah, Ibnu Malik, Ibnu ‘Aqil, Qothrun Nada dll.
f- Balaghah - Jauhar Maknun, Mi’roojus Shibyaan dll.
Mengapa pondok-pondok pesantren dapat berkembang sampai saat ini bahkan dapat mengikuti lembaga-lembaga pendidikan modern yang dikelola Pemerintah? Hemat kami, karena pondok-pondok pesantren ditopang oleh lima pilar yang disebut Panca Jiwa Pesantren, yaitu:
Pertama: Keikhlasan dan ketulusan hati para Kyai, para ustadz, wali santri juga santri-santri dalam menuntut ilmu semata-mata karena mencari keridhaan Allah swt, bukan didorong oleh keinginan mencari kekayaan dan lainnya.
Kedua: Kemandirian yang tidak mau bergantung kepada orang lain.
Ketiga: Kesederhanaan. Karena prinsip ini, pesantren bisa melaksanakan kegiataanya dalam situasi yang paling memperihatinkan sekalipun.
Keempat: Ukhuwwah Islamiyah, ini mengandung persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan cita-cita.
Kelima: Kebebasan yang terarah, termasuk keterbukaan untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang positif dan mempunyai mashlahat. Karenanya sangat populer didunia Pesantren kaidah yang mengatakan:
Memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik (bermanfaat).
Adapun sistim pengajaran yang diterapkan dipesantren-peantren, menurut Dr. Zamakhsyary Dhofier ialah:
Sistim Sorogan, dimana seorang murid mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris dari ayat Al-qur’an atau kitab-kitab berbahasa arabdan menterjemahkannya kedalam bahasa jawa atau indonesia. Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penerjemahan disebut sedemikian rupa sehingga para murid dapat belajar tata bahasa arab langsung dari kitab-kitab tersebut secara cepat, dan hanya bisa menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Sistim ini sangat menekankan kwalitas.
Dan methode lain yang utama dipesantren adalah sistim bandongan atau disebut weton. Dalam sistim ini, sekelompok murid dengan jumlah yang cukup banyak, bisa dari lima orang sampai ratusan orang mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas buku-buku islam dalam bahasa arab, sementara setiap murid memperhatikan kitabnya sendiri dan membuat catatan. (baik arti atau keterangan) tentang kata-kata atau buah fikiran ynag sulit. Kleompok kelas dari sistim bandongan ini yang disebut; Halaqah yang artinya lingkaran (murid) atau sekelompok santri yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.
Namun sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, Pesantren-pesantren telah membuka diri dan menerima perobahanyang positif dengan membuka sistim Klassikal, juga mengajarkan ilmu-ilmu yang dikelompokkan ilmu pengetahuan umum, saint dan tehnology bahkan juga keterampilan pada masa Al-marhum Prof. Dr. Mukti Ali menjadi Menteri Agama RI. Bahkan saat disekolah-sekolah yang ada dipondok-pondok pesantren ditingkat Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Aliyah, prosentase ilmu-ilmu pengetahuan umum sudah jauh lebih besar dibandingkan ulum syari’ah (ilmu agama), mungkin 75 % dibanding 25 %.
Apakah dengan keadaan seperti itu Pondok Pesantren yang merupakan lembaga Tafaqquh Fiddiin dan tempat pengkaderan Ulama akan kehilangan perannya?
Insya Allah tidak, asalkan pondok pesantren teguh mempertahankan kedua sistim pengajaran yang telah kita sebutkan diatas dengan kajian kitab-kitab kuningnya. Bahkan, diharapkan hal inilah yang dapat melahirkan Ulama plus, Ilmuwan plus, atau ulama yang intelek dan intelektual yang ulama. Dan disisi lain dapat melahirkan ulama yang berpotensi menjadi umara’ dan umara’ yang memiliki karakter ulama. Lebih jauh lagi kedepan, agar pondok-pondok pesantren semakin survival, Pondok-pondok pesantren harus membuat program kerja yang baik dan rapi yang disebut sebagai Panca Kerja, yaitu:
1- Meningkatkan mutu
2- Menyiapkan sarana yang cukup berdasarkan planing (tata letak)
3- Menggali sumber-sumber dana dan pengembangan koperasi
4- Pengkaderan
5- Mengadakan pengabdian kepada masyarakat.
Harapan kita, semoga orang-orang yang mempunyai kewenangan legislatif dan ekskutif dapat memikirkan sekaligus menganggarkan lebih besar lembaga-lembaga yang sudah jelas-jelas sangat berjasa membangun ratusan ribu generasi yang akan memakmurkan Daerah ini kedepan, dan mengurangi anggaran-anggaran yang hanya dinikmati oleh puluhan gelintir orang saja seperti pelaksanaan kunjungan kesana kemari, tapi tidak satupun yang dilaksanakan dilapangan, baik oleh ekskutif maupun legislatif. Demikian, dan mohon maaf atas segala kekurangan. Wallohu a’lam